Harta haram sudah seharusnya dijauhi. Artinya, kita dihentikan mencari pekerjaan dari perjuangan yang haram. Jika terlanjur memilikinya, harus dicuci atau dibersihkan dari harta yang halal. Adapun pembagian harta haram secara mudahnya dibagi menjadi harta haram sebab zat -seperti daging babi- dan sebab pekerjaan-seperti harta riba dari bunga bank-.
Pembagian Harta Haram
Abul ‘Abbas Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahmenerangkan,
Harta haram ada dua macam: (1) haram sebab sifat atau zatnya, (2) haram sebab pekerjaan atau usahanya.
Harta haram sebab perjuangan menyerupai hasil kezholiman, transaksi riba dan maysir (judi).
Harta haram sebab sifat (zat) menyerupai bangkai, darah, daging babi, binatang yang disembelih atas nama selain Allah.
Harta haram sebab usaha lebih keras pengharamannya dan kita diperintahkan untuk wara’ dalam menjauhinya. Oleh akibatnya ulama salaf, mereka berusaha menghindarkan diri dari makanan dan pakaian yang mengandung syubhat yang tumbuh dari pekerjaan yang kotor.
Adapun harta jenis berikutnya diharamkan sebab sifat yaitu khobits (kotor). Untuk harta jenis ini, Allah telah membolehkan bagi kita makanan hebat kitab padahal ada kemungkinan penyembelihan hebat kitab tidaklah syar’i atau boleh jadi disembelih atas nama selain Allah. Jika ternyata terbukti bahwa binatang yang disembelih dengan nama selain Allah, barulah terlarang binatang tersebut berdasarkan pendapat terkuat di antara pendapat para ulama yang ada. Telah disebutkan dalam hadits yang shahih dari ‘Aisyah,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ قَوْمٍ يَأْتُونَ بِاللَّحْمِ وَلَا يُدْرَى أَسَمَّوْا عَلَيْهِ أَمْ لَا ؟ فَقَالَ : سَمُّوا أَنْتُمْ وَكُلُوا
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya mengenai suatu kaum yang diberi daging namun tidak diketahui apakah binatang tersebut disebut nama Allah dikala disembelih ataukah tidak. Beliau pun bersabda, “Sebutlah nama Allah (ucapkanlah ‘bismillah’) kemudian makanlah.”[1] (Majmu’ Al Fatawa, 21: 56-57)
Pencucian Harta Haram
Guru kami, Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri –semoga Allah memberkahi umur beliau– membuktikan bahwa harta haram sanggup dibagi menjadi tiga dan ia membuktikan bagaimana pembersihan harta tersebut sebagai berikut.
1- Harta yang haram secara zatnya. Contoh: khomr, babi, benda najis. Harta menyerupai ini tidak diterima sedekahnya dan wajib mengembalikan harta tersebut kepada pemiliknya atau dimusnahkan.
2- Harta yang haram sebab berkaitan dengan hak orang lain. Contoh: HP curian, kendaraan beroda empat curian. Sedekah harta semacam ini tidak diterima dan harta tersebut wajib dikembalikan kepada pemilik sebenarnya.
3- Harta yang haram sebab pekerjaannya. Contoh: harta riba, harta dari hasil dagangan barang haram. Sedekah dari harta jenis ketiga ini juga tidak diterima dan wajib membersihkan harta haram semacam itu. Namun apakah pembersihan harta menyerupai ini disebut sedekah? Para ulama berselisih pendapat dalam duduk perkara ini. Intinya, bila dinamakan sedekah, tetap tidak diterima sebab Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلاَ صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ
“Tidaklah diterima shalat tanpa bersuci, tidak pula sedekah dari ghulul (harta haram)” (HR. Muslim no. 224).Ghulul yang dimaksud di sini ialah harta yang berkaitan dengan hak orang lain menyerupai harta curian. Sedekah tersebut juga tidak diterima sebab alasan dalil lainnya, “Tidaklah seseorang berzakat dengan sebutir kurma dari hasil kerjanya yang halal melainkan Allah akan mengambil sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya kemudian Dia membesarkannya sebagaimana ia membesarkan anak kuda atau anak unta betinanya hingga hingga semisal gunung atau lebih besar dari itu” (HR. Muslim no. 1014). Lihat bahasan Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri dalam Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, hal. 92-93.

Kaedah dalam Harta Haram Secara Umum
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah menerangkan:
1- Harta haram sebab zatnya seperti harta rampasan atau curian, maka haram untuk mendapatkan dan membelinya.
2- Harta haram secara umum seperti khomr (minuman keras), rokok atau semacam itu dihentikan diterima dan dihentikan dibeli. (Liqo’ Al Bab Al Maftuh, kaset no. 151)
Kaedah dalam Harta Haram Karena Usaha (Pekerjaan)
Kaedah dalam memanfaatkan harta semacam ini -semisal harta riba- disampaikan oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin,
أن ما حُرِّم لكسبه فهو حرام على الكاسب فقط، دون مَن أخذه منه بطريق مباح.
“Sesuatu yang diharamkan sebab usahanya, maka ia haram bagi orang yang mengusahakannya saja, bukan pada yang lainnya yang mengambil dengan jalan yang mubah (boleh)” (Liqo’ Al Bab Al Maftuh, kaset no. 2)
Contoh dari kaedah di atas:
1- Boleh mendapatkan hadiah dari orang yang bermuamalah dengan riba. (Liqo’ Al Bab Al Maftuh, kaset no. 2)
2- Boleh transaksi jual beli dengan orang yang bermuamalan dengan riba. (Liqo’ Al Bab Al Maftuh, kaset no. 2)
3- Jika ada yang meninggal dunia dan penghasilannya dari riba, maka hartanya halal pada hebat warisnya. (Liqo’ Al Bab Al Maftuh, kaset no. 10)
Contoh-contoh di atas dibolehkan sebab harta haram dari perjuangan tersebut diperoleh dengan cara yang halal yaitu melalui hadiah, jual beli dan pembagian waris.
اللَّهُمَّ اكْفِنِى بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِى بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
Allahummak-finii bi halaalika ‘an haroomik, wa aghniniy bi fadhlika ‘amman siwaak. [Ya Allah, cukupkanlah saya dengan yang halal dari-Mu dan jauhkanlah saya dari yang Engkau haramkan. Cukupkanlah saya dengan karunia-Mu dan jauhkan dari bergantung pada selain-Mu]. (HR. Tirmidzi no. 3563 dan Ahmad 1: 153. Kata Tirmidzi, hadits ini hasan ghorib. Sebagaimana disebutkan oleh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 1: 474, hadits inihasan secara sanad)
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
Terima Kasih sudah membaca, Jika artikel ini bermanfaat, Yuk bagikan ke orang terdekatmu. Sekaligus LIKE fanspage kami juga untuk mengetahui gosip menarik lainnya @Tahukah.Anda.News


0 komentar:
Posting Komentar